Ternyata prevalensi stunting di Jawa Barat mencapai 24,5% pada tahun 2021
一 (Republika.co.id, 11 Maret 2022)
Agak kaget ketika tahu kalau angka stunting di provinsi paling banyak penduduknya se-Indonesia ini mencapai 24,5%. Itu artinya ada satu dari empat balita yang menderita stunting.
Kenapa angka stunting di Jawa Barat bisa tinggi, padahal provinsi ini adalah wilayah yang paling dekat dengan ibu kota negara dan juga dekat dengan kemajuan teknologi?
Dapat ilmu dan wawasan baru/@nchiehanie |
Apa itu stunting?
Sebelum menelusuri lebih jauh penyebab tingginya stunting di Jawa Barat, mari kita kenalan dulu dengan stunting. Apa 'sih stunting itu?
Secara umum stunting bisa diartikan kondisi seseorang yang memiliki kondisi tubuh pendek (di bawah standar) yang diakibatkan karena kekurangan gizi. Selain memiliki tubuh yang pendek, ciri-ciri umum yang mengindikasikan stunting adalah berat badan tidak naik (bahkan cenderung menurun), pertumbuhan gigi terlambat, dan kemampuan belajar menurun.
Dalam jangka pendek, stunting bisa mengakibatkan gangguan pada perkembangan otak dan kecerdasan, pertumbuhan fisik, dan metabolisme. Lebih parahnya lagi, jika stunting tidak ditangani dengan baik sedini mungkin bisa menurunkan kemampuan kognitif otak. Juga bisa menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit.
Kental manis penyebab stunting?
Kenapa banyak balita menderita stunting, kuncinya ada pada pemenuhan gizi anak di 1000 hari pertama kehidupan. Kurang lebih terhitung sejak terjadinya pembuahan hingga anak berusia dua tahun.
Di waktu ini sang anak harus terpenuhi gizinya dengan baik. Salah satunya adalah kebutuhan akan susu.
Susu adalah salah satu sumber protein hewani dan sumber kalsium yang baik. Susu juga merupakan salah satu asupan penting dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Dan susu juga memiliki kandungan yang tinggi yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang.
Oleh karena itu, kebiasaan minum susu harus dimulai sejak dini.
Kental manis bukanlah susu
Susu terbaik memanglah ASI (Air Susu Ibu). Organisasi kesehatan dunia, WHO, pun menganjurkan agar anak mengonsumsi ASI hingga anak usia dua tahun. Tapi memang nggak semua ibu beruntung bisa menyusui anaknya hingga usia dua tahun.
Sehingga mau tidak mau, anak harus mengonsumsi susu pengganti ASI.
Masalahnya mulai di sini. Banyak orangtua yang mengganti ASI dengan produk kental manis yang selama ini dianggap sebagai susu. Ya, bukan salah orangtua sepenuhnya memang, apalagi produk kental manis itu sudah ratusan tahun diiklankan sebagai susu.
Memang bedanya apa?
Kental manis atau yang lebih populer dengan sebutkan Susu Kental Manis (SKM) sebetulnya adalah susu sapi yang airnya dihilangkan dan diganti dengan gula. Kandungan gula dalam SKM bisa mencapai 40-50%.
Yang artinya kandungan gulanya jauh lebih banyak dibanding proteinnya. Padahal yang dibutuhkan anak adalah protein bukan gula.
Niat hati memberikan gizi yang baik pada anak, tapi justru orangtua malah 'tertipu' oleh iklan-iklan yang wara-wiri di berbagai media.
Konsumsi gula yang berlebihan oleh anak ini yang bisa mengakibatkan stunting. Selain itu konsumsi produk kental manis juga bisa meningkatkan risiko diabetes, menyebabkan obesitas, merusak gigi, dan permasalahan gizi lainnya.
Seminar "Penguatan Peran Edukasi Bidan untuk Masyarakat"
Nggak mudah memang mengubah persepsi masyarakat akan kental manis = susu yang sudah mengakar dari generasi ke generasi. Salah satu upaya yang dibutuhkan untuk melawannya adalah edukasi berulang yang nggak kalah masifnya dengan iklan di masa lalu.
Atas dasar hal tersebut, YAICI (Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia) bekerjasama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat mengadakan seminar edukasi tentang gizi yang dikhususkan untuk para bidan.
Bertempat di Favehotel Pasirkaliki, Bandung, seminar yang bertajuk ''Penguatan Peran Edukasi Bidan untuk Masyarakat Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk" ini, diikuti oleh lebih dari 2000 bidan secara hybrid.
Sekitar seratus bidan mengikuti acara dari hotel, sisanya mengikuti kegiatan ini melalui saluran zoom.
Sebagai mitra dalam mengawal kesehatan ibu dan anak sepanjang siklus kehidupan, bidan merupakan ujung tombak bagi optimalisasi 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK). Karena itu, apa yang disampaikan bidan kepada masyarakat menduduki peranan penting dalam proses edukasi gizi dan kesehatan keluarga.
- Arif Hidayat (Ketua Harian YAICI)
Selain sebagai garda terdekat dengan masyarakat, menurut hasil riset YAICI, masih banyak ditemukan bidan yang menginformasikan jika kental manis adalah susu kepada masyarakat sekitarnya.
Apa yang sebaiknya dimiliki dan dilakukan oleh bidan?
Seminar yang dilaksanakan pada Kamis, 11 Agustus 2022 ini memang bertujuan untuk memberikan edukasi mendalam kepada para bidan. Sehingga, ketika para bidan ini kembali bekerja di masyarakat, mereka bisa membantu meluruskan persepsi yang salah yang telanjur berkembang. Seenggaknya, bidan cukup paham kalau kental manis bukanlah susu.
Dengan penuh semangat, dr. Alma memberikan edukasi kepada para peserta seminar/YAICI |
dr. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes., dari Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Jawa Barat yang menjadi salah satu pembicara seminar, menambahkan jikalau bidan harus lebih dekat lagi dengan masyarakat.
Menurut dr. Alma, bidan tak cukup hanya mengetahui kondisi balita hanya dengan data umum saja. Sebaiknya juga mengenal lebih dekat kehidupannya, seperti aktivitas sehari-harinya, pekerjaan orangtuanya, kondisi ekonominya, asupan nutrisinya, dan lain sebagainya.
Dengan begitu, bidan bisa menyampaikan informasi dan edukasi dengan lebih personal sesuai kondisi psikologis masing-masing individunya.
Kemampuan lain yang perlu dimiliki bidan sebagai bekal edukasi di masyarakat adalah tentang pola komunikasi antara orangtua dan anak. Dan untuk menunjang kemampuan tersebut, seminar menghadirkan seorang Psikolog Klinis Dewasa, Khalida Yurahmi, S.Psi., M.Psi.,.
Psikolog Khalidah bersama Arif Hidayat Ketua Harian YAICI/YAICI
Khalida menjelaskan bahwa setiap pola komunikasi bisa membentuk persepsi
yang berbeda. Seorang bidan juga perlu memahami bagaimana pola komunikasi
antara orangtua dan anak. Agar bisa memberikan edukasi kepada para ibu, bagaimana contoh komunikasi yang baik untuk anak-anaknya.
Nggak hanya itu, bidan juga perlu memahami kondisi ibu yang cemas dan gugup ketika hamil. Terutama bagi ibu muda yang hamil untuk pertama kalinya.
Ditambahkan Khalida, rasa cemas dan gugup pada ibu hamil bisa menjadi awal penyebab stunting bagi bayi yang dikandungnya. Oleh karena itu, bidan harus memiliki kemampuan khusus menangani kondisi ibu yang seperti ini. Salah satunya dengan teknik komunikasi terapeutik.
Apakah pencegahan stunting hanya tugas bidan saja?
Dari sekian pemaparan narasumber yang betul-betul menenankan pada peran bidan sebagai edukator bagi masyarakat, saya lantas bergumam, "berat juga ya jadi bidan". Tapi apakah pencegahan stunting atau gizi buruk itu hanya tugas bidan semata?
Tentu tidak! Kalau kita berkaca pada konsep Pentahelix, permasalahan seperti ini bisa diatasi jika dan hanya jika ada kolaborasi dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas/masyarakat, dan media.
dr. Berli sampaikan pencegahan stunting penting demi bonus demografi di masa depan/YAICI |
Mewakili gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang semula dijadwalkan hadir sebagai keynote speaker, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPMM., - Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan-, memaparkan bahwa angka stunting di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 1,35% dalam tiga tahun terakhir.
Meskipun angkanya pada tahun 2021 masih terbilang tinggi, dan masih jauh dari target nasional yakni 14% pada 2024.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Berli juga menyatakan komitmen pemerintah Jawa Barat dalam upaya mendukung penurunan stunting nasional dengan pembangunan fasilitas kesehatan yang memadai di seluruh wilayah Jawa Barat.
Selain itu, transformasi sistem kesehatan ke arah digital juga terus digalakkan seperti dengan pembangunan SIMPATI (Sistem Pencegahan Stunting). Sistem tersebut dibuat atas kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan salah satu provider ternama di Indonesia.
Dengan adanya sistem tersebut, secara data berhasil menurunkan angka stunting di Sumedang yang hanya sekitar 9% saja.
Aturan BPOM dan sisi pelaku usaha
Persoalan kental manis bukanlah susu mulai jadi perbincangan hangat pada medio 2018 tatkala BPOM menerbitkan surat edaran No. HK.06.5.51.511.05.18.2000 tentang Label dan Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya.
Surat edaran tersebut ditujukan pada produsen/importir/distributor kental manis agar label dan iklan produk mereka nggak lagi menampilkan anak usia di bawah 5 tahun. Dan tidak boleh diiklankan pada jam tayang anak.
Lebih lanjut soal label ini diatur melalui Peraturan Badan Obat Pengawas dan Makanan (BPOM) Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Olahan Pangan.
Pada Label produk susu kental dan analognya wajib dicantumkan peringatan berupa tulisan “Perhatikan!", tulisan "Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu", tulisan “Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan”, dan tulisan “Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi”.
- Pasal 54 Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018
Dengan adanya peraturan tersebut, produsen kental manis wajib memperbaharui seluruh kemasan produknya mengikuti amanat dari peraturan tersebut. Tidak hanya dalam kemasan tapi juga dalam iklan audio visual.
Kalau kita perhatikan, terdapat perubahan visualisasi iklan setelah aturan ini dikeluarkan.
Ilustrasi visual iklan kental manis, sebelum dan sesudah terbit
Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 |
Budaya literasi dan pola pengasuhan yang repititif
Beberapa waktu lalu, di bioskop tayang film Ngeri-Ngeri Sedap yang menceritakan tentang Pak Domu, seorang ayah yang mendidik keras keempat anaknya. Tapi cara yang dilakukan oleh Pak Domu malah ngebuat dia jauh dari anak-anaknya. Padahal cara yang ia lakukan adalah cara yang dulu ayahnya lakukan padanya.
Film tersebut menuai sukses dan dibanjiri review positif oleh penonton, karena bisa jadi memang potret pengasuhan sebagian besar masyarakat kita tergambar dalam film tersebut. Yakni pola pengasuhan yang repetitif, sebuah pola berdasarkan apa yang nenek moyang kita lakukan sebelumnya.
Padahal, yang namanya ilmu pengetahuan akan selalu berkembang, dan setiap generasi yang lahir punya karakteristik sendiri. Jadi setiap orang tua wajib memahami dan mengikuti perkembangan yang terjadi di generasi anak-anaknya.
Kaitannya dengan masa kini, dengan kemajuan teknologi yang semakin masif, menjadi penting untuk orangtua agar meningkatkan kemampuan literasinya. Nggak hanya mengandalkan pada kebiasaan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Narasumber dan moderator mengabadikan momen sebelum memulai pemaparan/YAICI |
Penulis dan Pegiat Literasi, Maman Suherman, yang turut serta menjadi narasumber seminar, menjelaskan bahwa literasi gizi di kalangan ibu rumah tangga perlu dilakukan. Terutama saat membaca komposisi yang tertera pada susu yang akan dibeli.
Lebih lanjut Maman menjelaskan kalau budaya literasi yang digaungkan tersebut tidak berarti memusuhi produk susu yang beredar di masyarakat. Tapi lebih ke arah penyadaran masyarakat agar mereka bisa memilih produk yang terbaik dan sesuai untuk anak-anaknya.
Dan bisa membedakan mana produk susu, dan mana produk yang sebetulnya hanya kental manis.
Kental manis tidak dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu. Tapi kental manis dapat digunakan sebagai toping, pelengkap, atau campuran pada makanan atau minuman (roti, martabak, teh, kopi, dan lain-lain)
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca dan bisa mendukung konsep Pentahelix dari sisi media. Jika kamu merasakan manfaat dari tulisan ini, dengan senang hati silakan dibagikan.
Atau punya pengalaman dan ingin berbagi pendapat mengenai stunting, jangan
ragu tuliskan di komentar ya.
Referensi:
Buku "Masa Depan Anak Indonesia Terganggu Susu Kental Manis", Penerbit
Deepublish, 2022