Bandung!!! Yach, pertama kali menginjakkan kaki di ibukota Jawa Barat ini pada tahun 2007 dengan niat kuliah. Berangkat dari Sukabumi menggunakan bus lalu turun di terminal Leuwi Panjang. Sebagai pendatang, tentunya saya belum mengenal daerah Bandung dan lalu lintasnya. Saat itu tujuan saya adalah sebuah kampus yang terletak di Jalan Dr. Djunjunan Terusan Pasteur.
Dari terminal saya naik bus Damri dengan jurusan Leuwi Panjang – Ledeng. Harusnya saya turun di perempatan Pasteur yang dekat dengan R.S Hasan Sadikin, tapi saya malah turun di terminal Ledeng. Yach, ternyata kelewat. Lalu saya diminta sang kondektur bus untuk kembali naik Damri tersebut dengan jurusan sebaliknya dan diminta turun di perempatan Pasteur.
Ok. Fix! Saya turun di perempatan. Saya putuskan untuk jalan kaki. Saya
pikir alamat yang saya tuju itu dekat, ternyata??? Wow jauh. Saya jalan kaki
dari perempatan Pasteur hingga Tol Pasteur, mantap!!!
Itu sekilas pengalaman pertama saya di kota Bandung hingga akhirnya saya kuliah selama 4 tahun lalu hijrah ke Jakarta. Tapi ada sesuatu yang bikin saya balik lagi ke Bandung hingga saat ini. Apakah itu?
Sebagai penonton aktif, saya suka memperhatikan ajang penghargaan perfilman nasional seperti Festival Film Indonesia atau Festival Film Bandung.
Bicara Festival Film Bandung (selanjutnya FFB), tahun 2013, saya cukup kecewa ketika FFB memenangkan 5 CM sebagai Film Terpuji FFB 2013. Padahal, menurut saya, 5 CM adalah film terlemah dari nominasi lainnya yakni Tanah Surga Katanya, Habibie & Ainun, 9 Summers 10 Autumn dan Gending Sriwijaya.
Tahun berikutnya saya berharap film favorit saya menang di FFB 2014. Tahun
itu, 5 film yang berkompetisi adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,
Soekarno, Sang Kiai, Adriana dan Sokola Rimba.
Dari 5 film tersebut, Soekarno jagoan saya yang berhasil meraih penghargaan
Film Terpuji FFB 2014.
Lalu bagaimana dengan Festival Film Bandung 2015?
Ada yang berbeda kali ini. Di malam puncak Festival Film Bandung 2015 saya tidak lagi sekadar mengamati atau menontonnya di televisi. Saya turut serta menjadi bagian dari acara bergengsi yang digelar di Monumen Perjuangan Rakyat Jabar dan disiarkan langsung oleh SCTV ini. Wah bagaimana ceritanya?
Selepas saya resign dari sebuah bank, saya lebih fokus untuk bisa nonton film Indonesia di hari pertama pemutaran. Yang saya pikir waktu itu gimana caranya saya ngabisin waktu selama dua bulan sebelum akhirnya awal tahun saya harus cari kerja lagi. Kebetulan saat itu saya keluar kantor per Oktober 2014.
Rupanya takdir membawa saya pada seseorang di sebuah komunitas. Eng ing eng. Ini adalah komunitas Forum Film Bandung. OMG!!! Bagai mimpi, ini adalah komunitas yang setiap tahun rutin tanpa putus menyelenggarakan Festival Film Bandung sejak tahun 1987. Wah, bahagia saya andaikan bisa bergabung dan menyelami lebih dalam tentang komunitas ini.
Seiring waktu berlalu, saya jadi lupa niatan saya untuk hijrah ke Jakarta dan mencari kerja di sana hanya karena ingin lebih dekat dengan Komunitas Forum Film Bandung. Sekitar Februari 2015 saya diajak ikut di acara bedah film Ku Kejar Cinta Ke Negeri China bersama pemain utamanya. aktor cantik Eriska Rein.
Hari demi hari, saya terus larut pada kegiatan – kegiatan Forum Film Bandung hingga pada akhirnya saya diterima sebagai Pengamat Apprentice di sana. Wah seneng dong ya. (Pengamat adalah sebutan bagi yang mengamati dan menentukan nominee Festival Film Bandung, istilah kerennya dewan juri)
Malu-malu aku fotonya, soalnya itu yang di belakang suaminya |
Bandung melalui Forum Film Bandung benar-benar bikin saya lupa Jakarta dan tetap harus jatuh hati pada Bandung. September 2015 acara malam puncak Festival Film Bandung digelar. Saya bertugas sebagai panitia di backstage sekaligus MC Off air. Kurang lebih 30 menit, menjadi MC di acara ini betul-betul pengalaman yang berharga sepanjang karir saya dalam bidang per-MC-an. Alhamdulillah.
Bicara sifat, Forum Film Bandung ini adalah komunitas non-profit, jadinya saya tidak menghasilkan uang dari sini. Setahun di komunitas ini, kepikiran lagi saya untuk cari kerja di Jakarta kembali. Mungkin ada yang bertanya kenapa tidak di Bandung saja. Alasannya sederhana karena waktu itu pacar kedua saya kerja di Jakarta. Bosen jauh-jauhan mulu.
Oktober 2015, saya sempat menerima sebuah proyek web dari sebuah perusahaan di Sarinah, Jakarta. Ternyata proyek yang saya kerjakan gagal dan mengharuskan kembali saya ke Bandung. Jujur mungkin kegagalan proyek ini juga karena saya lebih fokus pada dunia film, jadi tidak terlalu serius dalam mengerjakannya. Sempat merasa dilematis juga, mengapa Bandung ini begitu sulit dilupakan dan selalu tetap menjadi tempat pulang.
Ada yang bisa nebak, siapakah wanita di samping saya? |
Januari 2016, dihebohkan oleh kejadian teror bom di Sarinah. Ada sepenggal rasa syukur (tanpa mengurangi rasa empati saya terhadap kejadian tersebut) karena saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika saya masih berkantor di sekitar Sarinah. Tuhan masih menakdirkan saya untuk menggapai mimpi saya di Bandung.
Saat ini saya aktif sebagai pengurus Forum Film Bandung juga dipercaya mengelola FFBComm (sebuah komunitas untuk apresiasi perfilman tanah air). Nah kamu, yang nggak tahu mau kemana ngembangin hobby film kamu baik itu akting, produksi film, review film, penyutradaraan dan lain sebagainya, gabung saja di FFBComm ini.
Jika orang mengingat Bandung karena kulinernya, taman-tamannya, keramahannya, kecantikan mojangnya, tempat wisatanya; Forum Film Bandung telah menautkan hati saya untuk tak kemana-mana.
Dan cerita berlanjut ke tahun 2016, 2017, hingga saat ini. Mungkin akan saya ceritakan di postingan berikutnya.